NTT Menuju PON 2008 (1)

Oleh wartawan Pos Kupang, Sipri Seko

PELAKSANAAN PON XVII 2008 kali ini di Kalimantan Timur (Kaltim) akan memiliki nuansa yang beda. Beda, bukan karena Kaltim yang menanggung semua biaya akomodasi dan konsumsi peserta --sampai saat ini belum final. Bukan juga karena saat itu Kaltim akan dipimpin gubernur baru yang akan dipilih satu bulan menjelang perhelatan PON XVII dilangsungkan.

Bukan juga karena pada saat yang bersamaan akan ada pesta sepakbola terakbar di Eropa, Euro 2008. Yang beda adalah buat masyarakat NTT. Saat duta-duta olahraga NTT sedang berlaga di Kaltim, di Bumi Flobamora juga akan ada kompetisi. Rakyat NTT akan melakukan kompetisi politik, pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Secara nasional, mungkin PON yang jadi perhatian. Dunia akan melihat Euro 2008. Namun, masyarakat NTT pasti ingin ikut masuk dalam permainan politik.

Akankah itu semua akan mengganggu prestasi anak-anak NTT. Apakah nama dan panji Flobamora akan dikumandangkan di Kaltim? Ataukah atlet-atlet kita justru menjadi bulan-bulanan karena persiapan yang kurang maksimal akibat minimnya perhatian pemerintah.

Tapi, perjuangan dan kompetisi politik beda dengan dunia olahraga. Atlet-atlet NTT tidak boleh terkecoh dengan hingar bingar politik. Boleh-boleh saja mendukung figur tertentu, tetapi prestasi dengan kalungan medali di leher saat pulang dari Kaltim adalah kebanggaan yang tak akan ternilai.
***
Hingga saat ini sudah resmi tercatat 46 atlet dari enam cabang olahraga yang lolos ke Kaltim. Bila dibandingkan dengan PON XVI 2004 lalu di Palembang-Sumatera Selatan, maka jumlah kali ini lebih besar. Tahun 2004 lalu, KONI Propinsi NTT meloloskan 36 atlet dari sepuluh cabang olahraga.
Peningkatan jumlah atlet yang lolos dari sedikit cabang olahraga yang lolos juga karena kebijakan KONI yang hanya merekomendasikan sembilan cabang olahraga (cabor) untuk mengikuti kualifikasi (pra) PON. Dari sembilan cabang itu, sepakbola, karate dan angkat besi, berat dan binaraga gagal meloloskan atletnya, sedangkan yang lolos adalah, atletik, kempo, tinju, pencaksilat, taekwondo dan sepaktakraw. Namun, sanggupkah 44 atlet dari enam cabang olahraga yang katanya direkomendasikan karena memiliki kualitas prestasi nasional menyamai hasil tahun 2004?
Delapan medali emas, empat perak dan empat perunggu adalah capaian tertinggi NTT dalam sejarahnya mengikuti PON sejak tahun 1961. Tantangannya akan berat, bukan hanya karena saat itu NTT akan disibukan oleh pemilihan kepala daerah. Berat, karena hasil yang dicapai saat kualifikasi tidak maksimal.
Sepaktakraw hanya bisa lolos dari nomor yang bukan bergengsi. Adriana Waru dan Mery Paijo yang lolos dari cabang atletik hanya lolos dari urutan keempat dan lima --ukurannya limit waktu. Pencaksilat mungkin satu-satunya cabang meraih hasil menggembirakan. Kalau sebelumnya hanya bisa meraih perak, kali ini Oktoviana Malelak malah menyumbang medali emas untuk bersama Agatha Trisnawati, Nurningsih U Bara dan I Putu Gede lolos.
Prestasi juga diraih cabang taekwondo. Meski gagal meloloskan dua andalannnya, Isak Petruzs dan Agus Sentono, namun meloloskan delapan atlet adalah prestasi tertinggi yang pernah dicapai anak-anak asuhan Daniel Adoe dan Hari Teopilus ini. Cabang tinju, yang selama ini menjadi lumbung medali NTT, hanya Yanto Fallo yang bisa merebut medali emas, sementara tujuh atlet lainnya hanya bisa mencapai target lolos.
Sementara kempo yang mencatat hasil spektakuler saat PON XVI 2004 lalu kali ini malah jadi bulan-bulanan lawan. Lolos untuk 18 dari 15 kenshinya, kempo hanya bisa meraih satu medali emas lewat Veronika 'Ayu' Hakim. Hal ini jelas bertolak belakang dari hasil saat pra PON XVI 2004 lalu di Denpasar-Bali dengan meraih runner-up perolehan medali --kualifikasinya bertitel kejuaraan dunia dan kontingen Jepang yang menjadi juara umum.
Tapi, atlet-atlet NTT tidak berkecil hati. Keyakinan akan kualitas diri yang dimiliknya membuat mereka selalu menjadi yang terbaik kala sudah berlaga di arena sesungguhnya. Minim dana bukan jadi halangan untuk berprestasi. Hingar bingar pesta politik harus dibiarkan berjalan sesuai relnya. Yanto Fallo dkk harus diberi tekad untuk menjadi juara karena kualitas dirinya. Mereka harus diasah untuk mendapatkan kemampuan terbaiknya dengan tulus.
Tekad Ketua Harian KONI Propinsi NTT, Ir. Esthon L Foenay, M.Si, untuk memantau dan mengevaluasi secara ketat pelaksanaan Pelatda harus didukung. Para pengurus cabang olahraga harus ikut memantau pelatih dan atletnya untuk berlatih dengan disiplin. Satu yang harus menjadi catatan adalah bahwa Pelatda bukanlah sebuah proyek yang harus dilalui dan dilewati sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. Tetapi Pelatda harus dimaknai sebagai sebuah keseriusan menuju prestasi yang dinanti. (bersambung)

Posted in Label: , , , |

0 komentar: