NTT Menuju PON 2008 (2)

Oleh wartawan Pos Kupang, Sipri Seko
GEBRAKAN yang dilakukan Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur (Pemprop Kaltim) untuk mempromosikan daerahnya harus diacungi jempol. Tak tanggung-tanggung mereka mengajukan penawaran ke KONI Pusat untuk menanggung semua biaya penyelenggaraan termasuk akomodasi dan konsumsi peserta bila ditunjuk menjadi tuan rumah.

Sukses memperjuangkan impiannya menjadi tuan rumah, Kaltim terus melakukan manuvernya. Sukses menjadi tuan rumah, mereka juga ingin sukses meraih prestasi. Semua atlet terbaik Indonesia 'direkrutnya' dengan janji bonus berlimpah dan pekerjaan. Kaltim masih berhasil. Semua atlet Indonesia yang merasa kalau selama ini 'kurang diperhatikan' daerahnya memilih bergabung. Hal inilah yang kemudian menimbulkan masalah terkait alih status dan transfer pemain yang hingga kini masih terus dipergunjingkan

Daerah-daerah yang atletnya dicaplok Kaltim, melakukan protes ke KONI Pusat. Aturan tentang perpindahan pemain pun dibuat. Namun, KONI Pusat sudah terlambat, karena Kaltim sudah lebih dulu mendapatkan atlet incarannya. Kaltim ingin dana yang dikeluarkan untuk menjadi tuan rumah, 'dibayar' dengan prestasi minimal menjadi lima besar pengumpul medali terbanyak pada PON XVII 2008.

Aksi Kaltim juga dirasakan oleh KONI Propinsi NTT. Setelah mengeluk-elukan mereka sebagai pahlawan Flobamora, Oliva Sadi, Ferry Subnafeu, Kamilus de Lero, Mansyur Yunus dan Yules Pulu memilih hengkang ke Kaltim. Bonus uang yang diberikan Pemprop dan KONI NTT dan donatur lainnya serta janji diluluskan menjadi PNS tidak mempan menahan mereka. Oliva cs tetap hengkang. Ini menjadi tantangan baru yang terberat bagi NTT.
***
NTT kini sudah kehilangan delapan medali emas yang diraih NTT pada PON XVI 2004 lalu. Oliva Sadi yang merebut dua medali emas, Ferry Subnafeu, Mansyur Yunus, Kamilus de Lero dan Yules Pulu yang masing-masing menyumbang satu emas kini sudah menjadi milik Kaltim. Lalu, apakah dua emas lainnya masih jadi milik NTT?

Tidak! Hermensen Ballo, si raja kelas terbang nasional telah gantung sabuk. Morits Saubaki, penyumbang satu emas lainnya gagal lolos ke Kaltim 2008. Dan, jangan lupa bahwa Oliva Sadi juga 'membawa' satu medali perak yang direbutnya dari nomor lari 1.500 meter. Lalu, sanggupkah 46 atlet NTT yang saat ini sedang dipersiapkan ke Kaltim 2008 mencapai prestasi delapan medali emas dan satu perak itu? Sanggup! Tidak ada jawaban lain!

Selain atletik yang merupakan cabang olahraga terukur, prestasi cabang lainnya tidak bisa dihitung secara matematis. Prestasi 2008 masih misterius. Jawabannya tergantung persiapan. Bagaimana menyusun program latihan menuju arena sesungguhnya yang paling penting untuk dibahas, dan bukan mengejar target yang harus terus didengungkan. Sehebat dan seperkasa apapun seorang atlet saat kualifikasi, belum tentu hasilnya akan sama pada pertarungan sesungguhnya.

Jawaban untuk mengejar prestasi ada dalam diri sendiri. Diri para atlet, pelatih, pengurus dan masyarakat olahraga NTT. Seorang atlet harus memiliki tekad untuk menjadi pemenang. Tantangannya adalah latihan yang disiplin dan terprogram. Seorang pelatih akan sukses kalau dia mampu menerjemahkan program latihannya. Pelatih juga harus tahu bahwa olahraga sudah tidak bisa terlepas dari pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi. Dukungan pengurus baik finansial dan manajemen harus total. Sedangkan masyarakat dengan caranya masing- masing harus memberikan dukungannya.

Mempersiapkan atlet dengan program yang sistematis, hasilnya pun pasti optimal. Seorang pelatih harus mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan tujuan dan manfaat teknik yang diajarkan kepada atletnya. Dia harus tahu, kapan seorang atlet mencapai puncak prestasinya. Lihat saja hasil yang dicapai kempo saat kualifikasi. Diunggulkan untuk meraih prestasi, kenshi-kenshi NTT 'sudah kehabisan nafas' hanya untuk latihan. Saat pertarungan, mereka jadi bulan-bulanan karena sudah tidak memiliki daya.

Dengan jumlah atlet yang lebih banyak, dipilih dari enam cabang yang diunggulkan, KONI NTT memiliki impian untuk memaksimalkan potensi yang ada. Jumlah bukan jadi ukuran, karena kualitas lebih dikedepankan. Tantangan meraih prestasi baru saja dimulai. Tidak ada alasan untuk menunda apalagi berleha-leha. Lebih baik 'mandi keringat' dan 'mandi darah' saat latihan, daripada 'mandi keringat' dan 'mandi darah' saat pertandingan. (habis)

Posted in Label: , , , |

0 komentar: